Minggu, 30 September 2018

Bahasa Rasis itu Buruk


Bahasa Rasis itu Buruk
Bahasa rasis sudah sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia. Intensitas penggunaannya yang tak mengenal waktu dan tempat membuat bahasa rasis semakin mudah dikenali. Selain itu, pelafalan bahasa rasis yang penuh dengan penekanan ketika dituturkan menambah kemudahan dalam mengidentifikasi dan memvonis bahwa itu adalah bahasa rasis. Meskipun bahasa rasis itu dipakai menggunakan bahasa daerah, sebagian besar masyarakat Indonesia pasti mengetahuinya.
 Masyarakat Indonesia yang berusia senja maupun muda dilarang keras menggunakan bahasa rasis. Hal ini disebabkan oleh masyarakat Indonesia yang memiliki budaya dan berasal dari beragam suku, agama, dan sosial berbeda-beda. Jika bahasa rasis digunakan maka akan terjadi peristiwa perpecahan kerukunan antar umat bernegara. Perpecahan merupakan sesuatu yang sanagt tidak diinginkan masyarakat Indonesia. Indonesia itu memiliki semboyan bhineka tungggal ika yang artinya meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Sangat aneh apabila yang telah tertera dan menjadi semboyan justru terpatahkan karena adanya perpecahan. Oleh karena itu, bahasa rasis harus dihindari oleh setiap warga negara Indonesia.
Larangan penggunaan bahasa rasis sudah gencar digaungkan sebagian besar masyarakat demi menjaga keutuhan, kesatuan, dan persatuan. Tetapi masih saja terdapat para oknum yang menggunakan bahasa rasis untuk kepentingan kelompoknya masing-masing. Seperti kelompok suporter sepakbola. Berbagai kelompok supporter dalam negeri kerap kali menggunakan bahasa rasis sebagai lirik lagu penyemangat tim kesyayangan dan  lirik lagu untuk mengintimidasi tim lawan. Lirik lagu penyemangat seperti “Laskare laskare merah putih… garudaku gagak berani… semangatlah indonesiaku… hancurkanlah musuhmu… Indonesia… aku ning mburimu” dan lirik lagu mengintimidasi seperti “per… per… per… per… per… per… si… si… si… si… si… si… ja… ja… ja… ja… ja… ja… persija a*****g.” Ini bukanlah sesuatu yang baik. Fanatik itu boleh tetapi aktivitas rasis, menghina, dan merendahkan suatu kelompok karena fanatik merupakan hal yang dilarang dan dinilai tidak baik. Penyebutan kata “pribumi” untuk warga negara asli Indonesia  saja tidak diperbolehkan. Lebih ditekankan untuk memilih dan menggunakan kata “warga negara Indonesia” dalam mengungkapkan seseorang berkebangsaan Indonesia. Penyebutan kata pribumi sudah diangggap tindakan diskriminasi seperti yang tertera dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2008. Segala macam tindakan diskriminasi, penyampaian ujaran kebencian, penghinaan terhadap suatu kelompok maupun individu sudah dilarang dalam undang-undang tersebut. Adapun pasal 4 UU No. 4 tahun 2008 sendiri berbunyi:
Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa:
a.     Memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan
pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan,
perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu
kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; atau
b.    Menunjjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan:
1)      Membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain;
2)      Berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain;
3)      Mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau
4)      Melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.
Sementara yang kedua adalah Pasal 28 ayat 2 UU ITE yang berbunyi,
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."
Acaman pidana dari pelanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE ini diatur dalam pasal 45 ayat 2 UU ITE yaitu penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau dena paling banyak Rp 1.000.000.000 (Satu miliar rupiah).
Sampai saat ini larangan yang digaungkan berbagai pihak belum bisa menumpas para oknum pengguna bahasa rasis. Padahal setiap sesuatu yang dilarang sudah pasti tidak baik. Apa artinya apabila terdapat kelompok yang masih saja menggunakan bahasa rasis? Sudah jelas bahwa bahasa rasis itu merusak tetapi tetap ada individua tau kelompok yang menggunakan. Bagi siapapun yang menggunakan bahasa rasis pastilah telah melecehkan dan merendahkan martabat pihak lain. Dalam surat Al Hujurat, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat: 11)
Pada ayat di atas saja Allah telah melarang kepada hamba-Nya untuk tidak merendahkan pihak lain. Ini berarti perbuatan setiap orang yang masih saja menggunakan bahasa rasis sangat buruk dan tidak berakhlak. Oleh sebab itu, hindarilah penggunaan bahasa rasis baik disengaja maupun tidak disegaja. Jauhilah perbuatan rasis. Eratkanlah persatuan dan kesatuan terhadap sesama karena islam selalu mengajarkan kedamaian.

Minggu, 23 September 2018

Gerakan Kepramukaan Solusi Merekonstruksi Karakter Bangsa


Gerakan Kepramukaan
Solusi Merekonstruksi Karakter Bangsa
Penurunan karakter telah terjadi di kalangan siswa Indonesia. Banyak fakta yang telah menjadi bukti nyata atas penurunan karakter siswa Indonesia tersebut. Fakta yang telah terjadi seperti tawuran pelajar. Tawuran pelajar yang terjadi pada tahun 2010 sampai dengan 2015 telah memakan banyak korban. Seperti pada data kasus pengaduan anak berdasarkan Klaster Pendidikan KPAI periode Januari 2010 hingga Juli 2015 menyebutkan anak korban tawuran pelajar sebanyak 271 orang. Fakta lain yang membuktikan terjadinya penurunan karakter siswa Indonesia ialah banyaknya perokok aktif dan tindak asusila yang terjadi di kalangan anak-anak sampai remaja. Sangat miris rasanya mengetahui ketiga fakta tersebut. Tentu ini adalah sebuah ironi yang harus segera dibenahi oleh semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Pasalnya para siswa yang merupakan agen perubahan sebuah bangsa dan generasi penerus yang semestinya senantiasa berjalan di jalan lurus.
Saat ini telah ada solusi untuk memperbaiki keadaan krisis karakter siswa Indonesia. Solusi  tersebut ialah gerakan kepramukaan. Gerakan kepramukaan adalah suatu wadah yang menyediakan pendidikan kepanduan Indonesia. Gerakan kepramukaan merupakan wadah gerakan kepanduan Indonesia yang bertujuan untuk membina kaum muda yang mengarah pada aspek pembentukkan karakter seperti spiritual, sosial, dan intelektual. Di dalam gerakan kepramukaan sudah ada kepramukaan yang siap menjadikan seluruh siswa Indonesia kembali berkarakter. Kepramukaan ialah ilmu pramuka yang mencakup kognitif, afektif, dan psikomotor. Kepramukaan telah memiliki kode etik dan kehormatan yang tentunya sesuai dengan visi-misi dalam merekonstruksi karakter para siswa Indonesia. Dasa dharma merupakan kode etik dan tri satya menjadi kode kehormatan setiap pemuda yang telah bergabung dalam gerakan kepramukaan. Anggota gerakan kepramukaan biasa dikenal dengan pramuka.
Perlu diingat bahwa dalam kurikulum 2013 pramuka menjadi kegiatan ekstrakurikuler  wajib di sekolah yang harus diikuti setiap siswa Indonesia. Sesuai dengan UU no 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka serta di tambah dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Wajibnya penyelenggaraan pendidikan kepramukaan tentu akan merekonstruksi karakter siswa Indonesia secara perlahan hingga akhirnya karakter yang diinginkan didapatkan. Setiap siswa Indonesia akan menjadi seorang pramuka. Seorang pramuka yang berarti pemuda yang selalu berkarya. Itu berarti siapapun yang terlibat dalam pendidikan kepramukaan dalam suatu gerakan kepramukaan besar kemungkinan akan terbentuk karakter-karakter positif. Inilah tujuan dan harapan-harapan dari adanya gerakan kepramukaan di Indonesia. Kontribusi gerakan kepramukaan sangat dibutuhkan demi mengembalikkan karakter positif yang dimiliki setiap siswa Indonesia. Sebut saja nilai-nilai yang  terkandung di dalam dasa dharma pramuka. Mulai dari takwa kepada tuhan yang maha esa. Poin pertama ini akan mengajak setiap anggota pramuka untuk bertakwa kepada tuhan yang maha esa. Tidak akan ada pihak yang membeda-bedakan. Seluruh anggota pramuka selalu menjunjung tinggi sikap saling hormat dan menghormati. Selanjutnya poin kedua yang berbunyi, “cinta alam dan kasih sayang sesama manusia”. Tentunya di poin kedua ini telah menegaskan bahwa setiap anggota pramuka memiliki cinta dan kasih sayang yang besar dalam menjaga keasrian dan keharmonisan sesama makhluk hidup ataupun mati ciptaan tuhan. Sampai dengan poin ke sepuluh yang berbunyi, “bertanggung jawab dan dapat dipercaya.” Poin terakhir dalam dasa dharma ini menekankan bahwa sejatinya setiap anggota pramuka senantiasa akan bertanggung jawab dan menjaga kepercayaan pihak lain terhadap apapun yang di amanahkan.
Rekonstruksi karakter di kalangan siswa Indonesia akan tercapai seiring kehadiran gerakan kepramukaan di lingkungan pendidikan dasar dan menengah. Gerakan kepramukaan akan menjadi perantaranya. Tentu saja keberlangsungan gerakan kepramukaan merupakan bentuk usaha pemerintah dalam mengembalikan keutuhan karakter positif yang dimiliki siswa Indonesia. Karena tuhan tidak akan merubah suatu bangsa, kecuali bangsa itu sendiri yang mau merubah diri. Firman Allah Swt. Yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [Ar-Ra’d/13:11]

 

Minggu, 16 September 2018

A5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun) Menjadi Identitas Siswa Indonesia


A5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun)
Menjadi Identitas Siswa Indonesia
Bukan hanya karena sumber daya alam yang membuat negara Indonesia terkenal hingga ke mancanegara tetapi, negara Indonesia juga terkenal melalui sikap masyarakatnya yang ramah terhadap penduduk lokal maupun asing. Identitas ramah tersebut tergambarkan melalui cara bersikap masyarakat Indonesia yang berbeda dengan masyarakat di negara lain. Masyarakat Indonesia selalu tersenyum, menyapa, bersikap sopan dan santun terhadap orang-orang, serta mengucapkan salam ketika bersua dengan orang lain dimanapun berada. Belum tentu masyarakat di negara lain melakukan hal yang sama. Hal inilah yang membuat banyak penduduk dunia mengakui keramahan masyarakat Indonesia. Cara bersikap masyarakat Indonesia ini disebut dengan istilah 5 S (senyum, sapa, salam, sopan, dan santun).
5 S bukanlah sesuatu instan yang terbentuk sejak lahir, melainkan membutuhkan proses panjang agar dapat terpatri di hati setiap putra dan putri negeri. Proses pembiasaan sikap ini telah diajarkan semenjak individu duduk di bangku sekolah. Dimulai dari Jenjang SD sampai dengan SMA. Penekanan mengenai sikap senantiasa disampaikan setiap guru. Hingga akhirnya pembiasaan dan penekanan mengenai sikap tersebut menjadi identitas siswa Indonesia sebagai bekal dikala dewasa untuk hidup bernegara. Dimanapun berada dan dengan siapapun para siswa Indonesia belajar pastilah senantiasa menjunjung tinggi sikap 5 S tersebut. Berikut adalah sikap 5 S yang menjadi identitas siswa Indonesia.
1.    Tersenyum
Tersenyum disaat hati tentram merupakan hal yang lumrah bagi setiap orang. Namun, apabila mampu memberikan senyuman disaat suasana hati sedang tidak enak, tentu akan menjadi hal yang sangat luar biasa. Banyak orang yang tidak menyadari tentang sikap siswa Indonesia yang juga seperti itu. Meskipun hati dalam keadaan tidak menyenangkan tetap saja mampu memberikan senyuman ketika berinteraksi dengan orang lain. Jadi, tak ada hambatan untuk tersenyum bagi kebanyakan siswa Indonesia. Selain itu, tersenyum merupakan sedekah. Sesuai dengan hadist yang berbunyi:


تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
Artinya: “Senyummu di depan saudaramu, adalah sedekah bagimu” (Sahih, H.R. Tirmidzi no 1956).
2.    Mengucapkan Salam Terhadap Sesama dan Orang Tua
Terdapat hadist yang menyatakan mengenai hukum memberikan salam merupakan sunnah. Hadit tersebut berbunyi:
 Dari Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sudah mencukupi untuk suatu rombongan jika melewati seseorang, salah satu darinya mengucapkan salam.” (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Siswa Indonesia telah menjalankan salah satu sunnah yang telah menjadi kebiasaan dalam memulai sesuatu. Sunnah yang dimaksud ialah mengucapkan salam. Mengucapkan salam telah menjadi kebiasaan bagi setiap siswa Indonesia. Setiap bertemu dengan sesama maupun orang tua pastilah mengucapkan salam. Salam diberikan sebagai bentuk kehangatan siswa Indonesia. Seperti halnya ketika mengucapkan saat bertemu di tempat-tempat umum.  Ucapan salam tersebut dapat menggunakan salam sesuai agama yang dianut maupun sekedar kalimat selamat pagi, siang, sore atupun malam. Dengan ucapan salam tentu menambah bukti keramahan masyarakat Indonesia.
3.    Menyapa Semua Kalangan
Menyapa menjadi kebiasaan paling mencolok yang kerap dilakukan para siswa Indonesia. Tak peduli seberapa dekat hubungan sosial antara satu sama lain bahkan sekalipun belum kenal dengan orang yang disapa. Setiap bersua ditempat-tempat umum pastilah menyapa. Beragam cara yang dilakukan setiap siswa Indonesia dalam menyapa. Seperti melakukan panggilan sapaan biasa (hai, hallo, dll) maupun dengan nama panggilan orang yang ingin disapa. Hal yang paling penting dari hal menyapa ini yakni pasti sudah mencakup senyum dan salam. Kedua hal yang menjadi bagian tak terlepaskan ketika menyapa.



4.    Sopan dalam bersikap
Sikap inilah yang sangat dijjunjung tinggi para siswa Indonesia. Bersikap sopan menjadi budaya baik yang dimiliki siswa Indonesia di mata dunia. Tak setiap orang diseluruh dunia mau untuk merendah apabila bersua dengan orang yang lebih tua dan mau menghargai apabila bersia dengan orang yang lebih muda. Seperti halnya budaya cium tangan kepada setiap orang yang lebih tua, mengucapkan permisi saat melintas dihadapan orang lain, dll. Tidak jauh berbeda dengan sapa, sopan pun sudaha mencakup tiga hal sebelumnya, yakni salam, sopan, dan santun.

5.    Santun dalam Bertutur Kata
Setiap siswa Indonesia sudah diajarkan mengenai cara bertutur kata yang santun semenjak diajarkan berbicara saat masih bayi.Tidaklah pernah siswa diajarkan untuk membantah perkataan orang lain dengan cara yang negatif. Seperti halnya ketika menyampaikan sebuah pesan kepada orang yang lebih tua atau ketika meminta bantuan kepada orang yang lebih muda. Kedua hal tersebut dilakukan dengan menuturkan ujaran penuh kesantunan. Di dalam memberikan timbal balik ketika diperintah orang tua pun dilakukan dengan ucapan yang santun. Tidaklah pernah diajarkan untuk membentak. Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Al-Israa’ : 23-24).
Demikianlah 5 S yang menjadi identitas siswa Indonesia. Seluruh sikap mengikat antara satu sama lain. Marilah kita pertahankan sikap yang menjadi sambutan baik warga dunia kepada negara Indonesia. Ramah akan selalu abadi dan melekat menajdi identitas siswa Indonesia dan umumnya masyarakat Indonesia.

Minggu, 09 September 2018

WAYANG ANIME SEBAGAI MEDIA PEMBENTUK KARAKTER SISWA


WAYANG ANIME SEBAGAI MEDIA PEMBENTUK KARAKTER SISWA
(Oleh: Muhamad Iqbal)
Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu yang terus menuntun kehidupan memasuki zaman modern. Telah banyak membuat pola pikir masyarakat Indonesia (khususnya pada kalangan siswa) berubah ke arah peradaban yang lebih kekinian. Hal tersebut membuat kebudayaan sekaligus tontonan tradisional peninggalan para pendahulu bangsa mulai ditinggalkan dan tidak dipedulikan. Lahir dan masuknya berbagai tontonan baru ke Indonesia sangat mempengaruhi pembentukkan karakter siswa. Terlebih tontonan itu belum ada proses penyaringan yang ketat mengenai  kelayakan untuk diterima para siswa. Kelayakan yang dimaksud mencakup unsur pendidikan yang mendidik para siswa sebagai salah satu penikmat tontonan baru tersebut. Sebut saja film anime berbagai genre cerita. Hal itu sangat disukai dan telah merasuk pada jiwa para siswa Indonesia baik usia dasar maupun usia menengah.
Sedangkan tontonan yang sejatinya warisan para leluhur bangsa mulai dianggap sebagai sesuatu yang kuno. Seperti halnya pagelaran wayang golek dan kulit yang mulai terasa ditinggalkan. Padahal, sepanjang riwayat keberadaannya wayang golek dan kulit memiliki esensi yang kuat di lingkungan masyarakat Indonesia. Pagelarang wayang tidak hanya menjadi tontonan tetapi menjadi tuntunan. Hal tersebut disebabkan karena pembawaan cerita yang penuh makna dan pengajaran di dalam kehidupan nyata yang disesuaikan dengan adab budaya sopan santun serta perihal religius yang kental di Indonesia. Disadari ataupun tidak wayang golek dan kulit memiliki hegemoni dalam membentuk karakter putra-putri Indonesia . Di dalam cerita pertunjukkan wayang golek dan kulit terdapat nilai keagamaan dan falsafah kehidupan bermasyarakat yang baik untuk disaksikan sekaligus menjadi acuan anak-anak, remaja, hingga dewasa.
Oleh sebab itu, mengembalikkan dan menjaga kebudayaan yang menjadi tontonan tradisional wajib dilakukan sesegera mungkin. Terutama pada kalangan siswa yang akan meneruskan estafet dalam melestarikan aset bangsa. Hal ini merupakan bentuk bela negara yang sesuai dengan UU 1945 pasal 30 ayat 1. Salah satu caranya ialah dengan menggunakan wayang anime sebagai pembaharuan untuk menarik minat dalam membentuk karakter siswa.

Wayang Anime Sebagai Media Pembentuk Karakter Siswa  
Anime merupakan jenis film yang sangat disukai oleh kalangan siswa. Beragam jenis anime menjadi primadona para siswa. Inilah kesempatan yang harus dimanfaatkan yakni menggabungkan antara wayang dengan anime. Ini merupakan langkah agar kaum muda (siswa) tidak keberatan untuk menyaksikan pagelaran wayang golek maupun kulit di zaman modern ini. Memperbaharui tokoh-tokoh yang akan terlibat dalam cerita pewayangan wajib dilakukan. Tokoh-tokoh tersebut ialah tokoh dalam film anime. Seperti Naruto, Boruto, Detektif Connon, Doraemon, Shinchan, Lupi, Ichiko, dll. Sehingga pemberian nama dalam pagelaran wayang bukan lagi wayang golek ataupun kulit tetapi wayang anime.
 Wayang anime berisi tokoh pewayangan dan tokoh dalam film anime. Sangat unik jika tokoh dalam anime berkolaborasi dengan tokoh pewayangan seperti, Cepot, Smar, Gareng, Bagong, Petruk, Gatot Kaca, Rahwana, dll. Tentunya hal ini akan menarik perhatian para siswa untuk menyaksikan. Selain itu, di dalam pagelaran wayang anime seorang dalang akan selalu membawakan cerita dengan tema yang disesuaikan dengan topik hangat yang beredar di masyarakat. Cerita pun dipastikan mengandung unsur keagamaan dan kebangsaan dengan kemasan kekinian disertakan humor. Adapun tujuan unsur keagamaan dan kebangsaan disampaikan dalam cerita untuk membentuk karakter setiap siswa seperti sedia kala. Sedangkan, tujuan kemasan kekinian dan humor untuk mencegah rasa bosan siswa ketika menonton. Wayang anime akan menjadi media efektif dalam membentuk karakter siswa karena pagelaran ini hanya dilakukan di sekolah-sekolah.


Sabtu, 08 September 2018

Manfaat Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar dalam Kegiatan Belajar Mengajar


Manfaat Penggunaan Bahasa Indonesia yang
Baik dan Benar dalam Kegiatan Belajar Mengajar

Pada hakikatnya bahasa bukanlah hal asing bagi setiap orang. Sebab bahasa senantiasa digunakan sebagai media berkomunikasi yang efektif terhadap sesama.  Meskipun tak dapat dipungkiri bahwa masih saja terdapat orang yang belum memahami mengenai penggunaan kaidah kebahasaan yang baik dan benar. Padahal kurangnya pemahaman tentang kaidah kebahasaan dapat menimbulkan kesalahpahaman terhadap pihak kedua yang menjadi lawan bicara. Hal ini bisa terjadi karena kekurangan tersebut terus diulangi tanpa ada perbaikan yang dilakukan oleh diri pribadi.
Di zaman modern ini setiap orang harus memiliki kecakapan dalam berbahasa baik lisan maupun tulisan. Terlebih bagi orang yang memiliki peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat dan tinggal di daerah dengan beragam bahasa seperti di Indonesia. Maka haruslah memahami bahasa pemersatu bangsa yakni bahasa Indonesia untuk memudahkan berkomunikasi. Seperti halnya berperan sebagai guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan dengan misi menanamkan akhlak baik dan mencerdaskan diri siswa.  Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat dibutuhkan dalam menyampaikan setiap ilmu pengetahuan karena sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa. Bisa dibayangkan apabila penggunaan bahasa Indonesia yang digunakan tidak memerhatikan kesesuaian dengan kaidah kebahasaan yang baik dan benar. Bingung dan salah pasti didapat siswa atas pengajaran ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat diperlukan oleh seorang guru dalam menyampaikan ilmu pengetahuan kepada para siswa. Berikut adalah Manfaat penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
1.    Memudahkan Siswa dalam Memahami Materi Pelajaran yang Diajarkan
Seorang guru harus bisa menyampaikan segala materi dengan bahasa yang membuat setiap siswa dapat memahami penjelasan dengan mudah. Jangan pernah menggunakan bahasa yang dapat menyulitkan siswa. Sesuai dengan hadist yang berbunyi:
وَعَنْ أَبِي صِرْمَةَ رضى الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ ضَارَّ مُسْلِمًا ضَارَّهُ اَلله, وَمَنْ شَاقَّ مُسَلِّمًا شَقَّ اَللَّهُ عَلَيْهِ )أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ
(وَحَسَّنَهُ
Artinya: Dari shahābat Abi Shirmah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang memberi kemudharatan kepada seorang muslim, maka Allāh akan memberi kemudharatan kepadanya, barangsiapa yang merepotkan (menyusahkan) seorang muslim maka Allāh akan menyusahkan dia." (Hadīts riwayat Abū Dāwūd nomor 3635, At Tirmidzi nomor 1940 dan dihasankan oleh Imām At Tirmidzi).

Sesuai dengan hadist diatas, apabila seorang guru tidak mampu menggunakan bahasa dengan  baik dan benar dalam pengajaran maka akan menyulitkan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Walaupun tidak ada unsur kesengajaan untuk menyulitkan siswa. Jika siswa kesulitan memahami pelajaran maka guru pun akan kerepotan dalam menangani permasalahan tersebut. Oleh karena itu, di dalam hal ini penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sangat dianjurkan karena akan memudahkan pemahaman setiap siswa terhadap materi pembelajaran. Siswa akan cepat menyerap segala materi yang disampaikan melalui lisan maupun tulisan. 

2.    Menghindarkan Siswa dari Kekeliruan dan Kesalahan Pemahaman Terhadap Sebuah Materi Pembelajaran
Kekeliruan dan kesalahan pemahaman terhadap materi pembelajaran yang disampaikan guru kerap terjadi dalam kegiatan belajar mengajar. Banyak hal yang menyebabkan hal itu terjadi.  Salah satunya karena penyampaian materi yang berbahasa tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan (PUEBI). Kekeliruan terhadap pemahaman materi tentu akan menghambat pencapaian tujuan pendidikan secara umum maupun seorang guru dalam mendidik. Eloklah seorang guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dengan bahasa yang baik dan benar sehingga tidak membuat siswa keliru terlebih kesalahan pemahaman atas ilmu yang disampaikan. 
3.    Melestarikan Bahasa Indonesia
Tidak semua orang Indonesia mampu menulis pun berbicara menggunakan bahasa Indonesia dengn baik dan benar terhadap sesama. Sangat disayangkan jika hal ini terus didiamkan tanpa adanya penanganan. Menjadi ironi apabila terdapat orang Indonesia tidak mengerti tentang kaidah kebahasaan yang baik dan benar. Di sinilah peran seorang guru sangat dibutuhkan untuk melestarikan bahasa Indonesia. Guru harus mampu menggunakan bahasa Indoneia yang baik dan benar saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Guru juga harus bisa mengajak, memberi petunjuk dan mengarahkan siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar jika ingin berkomunikasi disaat kegiatan belajar mengajar baik dengan bertanya maupun menjawab. Sesuai dengan firman Allah s.w.t. yang berbunyi:
وَ لِيُنذِرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
“Supaya mereka dapat memberi peringatan kepada kaumnya apabila kaumnya itu telah kembali kepada mereka. Mudah-mudahan mereka dapat menjaga diri.” (at-Taubah [9]: 122).
Memberi peringatan yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah “mengajar” dan “memberi petunjuk” ke jalan yang diridhai oleh Allah s.w.t.”
Secara tidak langsung, proses KBM akan menjadi wadah penggunaan bahasa Indonesia sesuai kaidah dan aturan meskipun materi yang disampaikan bukanlah pelajaran bahasa Indonesia.
Setiap tutur kata yang diujarkan maupun kalimat yang dituliskan seorang guru menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan diperhatikan oleh siswa. Hal tersebut tentu akan membuat siswa mendengarkan hingga terbawa menggunakan bahasa yang sama dengan guru tersebut. Sehingga bahasa Indonesia akan terus lestari. Selain itu, secara tidak langsung seorang guru telah mengajarkan mengenai penerapan bahasa Indonesia di dalam dunia pendidikan.
4.    Menumbuhkan Kecintaan Pada Bahasa Indonesia
Penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan secara intensif disaat proses kegiatan belajar mengajar akan menumbuhkan kecintaan siswa pada bahasa Indonesia. Terlebih apabila bahasa itu diterapkan sesuai kaidah kebahasaan yang baik dan benar. Pastilah setiap guru menuturkan kalimat akan nampak elok di dengar oleh setiap siswa. Pengaruh keelokan bahasa akan menambah kecintaan para siswa terhadap bahasa Indonesia.
5.    Menjaga Muruah Seorang Guru
Setiap guru harus senantiasa menjaga muruah agar tetap baik dihadapan semua orang terutama para siswa. Sebab pada hakikatnya seorang guru adalah teladan bagi siswa maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, menjadi guru harus mampu bertutur kata baik serta menggunakan bahasa yang baik dan benar. Di dalam hal ini bahasa yang dimaksud ialah bahasa Indonesia. Mengapa harus bahasa Indonesia? karena bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dan pemersatu bangsa. Di dalam kegiatan belajar mengajar seorang guru tidak akan terlepas dari aspek yang disebut dengan “berkomunikasi”. Berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pengajaran akan membuat pandangan siswa  terhadap guru menjadi baik. Mustahil apabila guru bertutur kata yang baik tetapi membuat pandangan para siswa menjadi buruk.
Ada istilah mengatakan bahwasanya kepribadian seseorang tergambar melalui bahasa yang diucapkan. Apabila bahasa yang digunakan baik maka tergambar baik pula pada diri seorang tersebut begitupun sebaliknya. Selain itu, bertutur dengan bahasa yang baik juga merupakan sedekah dan dapat menyelamatkan diri dari siksa neraka. Hal ini sesuai dengan hadist yang berbunyi:
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
Tutur kata yang baik adalah sedekah.
Dari ‘Adi bin Hatim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
Selamatkanlah diri kalian dari siksa neraka, walaupun dengan separuh kurma. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka cukup dengan bertutur kata yang baik.
            Bertutur kata dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga sudah pasti mengacu pada etika dan adab. Sehingga sudah terjamin mengenai perihal kesopanan ketika menuturkan sesuatu. Oleh sebab itu, seorang guru harus mampu bertutur kata menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar tidak terjadi kesalahpahaman ketika menjelaskan sesuatu kepada siswa. Bertutur kata yang baik akan mendapatkan timbal balik yang baik pula nantinya.
            Itulah berbagai manfaat penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di dalam kegiatan belajar mengajar. Beragam hal positif akan didapatkan jika menggunakannya. Semoga bahasa Indonesia tetap abadi dan bersemayam di hati serta dicintai para guru dalam mengabdi mencerdaskan putra-putri pertiwi.



Cara untuk Menghafal Al quran yang Baik

Cara untuk Menghafal Al quran yang Baik Sebagian besar Pondok Pesantren atau Boarding School di Indonesia menetapkan kebijakan untuk pa...